Jumat, 20 September 2013

Pelamar Kerja di Rumah Tuhan

Rabu pagi saya bergegas dan bersiap untuk suatu hal yang saya anggap penting, yaitu Melamar Kerja. kenapa sih saya musti ingin melamar kerja ? apakah ada hubungannya dengan mencari kerja ? ohh, jelas mempunyai hubungan keduanya, namun yang berbeda adalah saya masih memiliki pekerjaan. mereka yang mencari kerja biasanya sih lantaran kehilangan pekerjaaan, tapi saya tidak. saya masih memiliki pekerjaaan, barangkali saya cuman bosan untuk terlalu lama bekerja di sini. saya melaju melalui butiran debu yang menyerang di balik lajunya truk sawit yang masya allah ngebutnya... namun itu semua tidak menggoyahkan jiwa saya sebagai pelamar kerja yang handal di tikungan. sebelumnya kawan saya, si Abdi sudah mengetahui perihal kedatangan saya ke sampit, jadi bisa saja dia ingin kabur ketika saya datang, dikarenakan saya adalah orang yang sering menginap dirumahnya dan terkadang saya suka minta traktir makan sama dia. tapi tidak ternyata, pas saya sampai disana, sesaat sebelumnya saya yang sempat istirahat di tempat orang tua di daerah baamang baru kemudian saya menjumpai dia di rumahnya. dan kamipun bertemu hingga melakukan survey di beberapa tempat yang kira nya bisa kami antar surat lamaran, kemudian ketemu juga. hingga pada besoknya kami antar kemudian kami bersama-sama melakukan Tes dan Interview di salah satu perusahaan. ah semoga saja saya di terima, kalo si abdi kata nya sudah di terima. sukurlah kalo begitu....
Sepulang dari perusahaan tempat kami di interview, kamipun pulang masing-masing menuju rumah karena hari sudah magrib. dan saya juga mengatakan kepada abdi, nanti kiranya sekitar pukul tujuh saya akan kembali kerumahnya untuk sekedar main main. 
Ketika beberapa jam kemudian saya sudah berada di rumahnya dan sempat main gitar, namun kemudian si abdi mengajak saya kerumah Mardian, kawan kami yang sukses di bagian persopiran. ya, dia adalah seorang sopir yang saya tidak pernah ikut dia ketika naik mobil. sesampai disana kami sekedar basa basi sambil berbicara ngarol ngidul. dari bicara tentang pekerjaan hingga bicara tentang ke Esaan Tuhan. Kerap kami terlibat percakapan serius masalah agama, dan tentu saya ketika berdebat adalah sebagai orang yang sok menghargai agama orang menurut dia, dan terlalu memikirkan nasib orang lain yang berbeda keyakinan. Bukan maksud saya untuk memikirkan nasib mereka dengan tidak memikirkan nasib saya sendiri atas agama yang saya pegang. tetapi saya lebih bersikap Universal ketika terlibat dalam sebuah percakapan yang mengatasnamakan agama. oke ketika kita hanya untuk membahas agama yang kita anut sendiri, tetapi apabila muncul omongan tentang perbedaan-perbedaan agama orang lain saya justeru mendebat mereka. saya hanya tidak suka ketika meraka bersikap arogan dan terlalu menyudutkan agama orang lain, seolah olah bahwa agama mereka adalah agama yang paling benar, dengan konsep panutan yang jelas hampir menyerupai orang orang yang tidak beragama. tapi jelas ungkapan itu bukan saya tujukan kepada mardian kawan saya, karena dia sekarang jauh lebih baik ketimbang kami berdua. walaupun ketika saya bicara tentang Al kafirun - ayat 6 yang mengatakan "bagimu agamamu, bagiku agamaku" dia sempat bingung dan mengaku belum pernah mendengar. Tapi tidak masalah, setidaknya dia sudah menjalankan Rukun Islam yang saya sendiri ngakak tertawa ketika kawan saya yang lain ikut membahas bernama zanu mengatakan Rukun Islam itu cuma Dua, yaitu Syahadat dan sholat. karena cuma dua hal itu yang baru bisa dia laksanakan.
Saya tidak pernah meragukan konsep ketuhanan dan agama yang saya anut. karena pada dasarnya manusia adalah mereka yang mencari hakikat kebenaran dengan apa yang mereka yakini sebagai pegangan, dan tentu manusia adalah mereka yang berfilsafat.
Tidak mungkin tuhan menciptakan manusia dengan sebegitu mudahnya untuk turun kebumi hanya untuk menyembah dia, toh malaikatpun jauh lebih baik daripada manusia itu sendiri. Setidaknya, malam itu tidak akan pernah ada perbincangan mengenai Tuhan ketika saya memutuskan untuk tidak melamar kerja di sampit -

"jangan begitu saja mengikuti tradisi lisan, ajaran turun temurun, kata orang, firman kitab suci, penalaran logis, penalaran lewat kesimpulan, perenungan tentang alasan, penerimaan pandangan setelah memikirkannya, pembicara yang kelihatannya meyakinkan, atau karena berpikir bahwa orang itu guru kami. Tetapi setelah kalian mengetahui sendiri, hal-hal tersebut tidak bermanfaat, tercela, menyebabkan kerugian dan penderitaan, maka kalian harus meninggalkannya" - Budha

0 komentar:

Posting Komentar