Sabtu, 26 Agustus 2017

Seorang Da’i Tidak Harus Bertitel Tinggi

SEORANG DA’I TIDAK HARUS BERTITEL TINGGI 

Para ulama berpendapat bahwa hukum dakwah adalah wajib bagi setiap muslim sesuai dengan kemampuannya. Namun, ketika kita ingin melaksanakan kewajiban tersebut timbul rasa was-was karena kita merasa belum cukup ilmu. Apalagi tidak sedikit orang yang melemahkan tekad kita seraya mengatakan, “kamu belum pantas berdakwah karena kamu tidak punya gelar...”. “Ust. Fulan lulusan mana sih..?”, “Mau dakwah? Emang sudah hafal seluruh al Qur’an?”, dan pertanyaan-pertanyaan lainnya yang menajatuhkan mental sang da’i. 

Tahukah Anda..?? Da’i tidak harus memiliki tingkat ilmu yang tinggi..!! 

Memang betul, semakin tinggi pendidikan sang da’i, semakin baik dan utama. Namun, bukan berarti orang yang pendidikannya rendah lantas tidak punya kesempatan untuk berdakwah. Ia tetap memiliki kewajiban berdakwah sesuai dengan ilmu yang dia miliki. Asal yang didakwahkan adalah ilmu yang benar. 

Syaik Muhammad bin Shalih al ‘Utsaimin pernah ditanya terkait masalah di atas: 

Pertanyaan:
Apakah berdakwah itu wajib atas setiap Muslim dan Muslimah, atau hanya wajib atas para ulama dan para thalib ‘ilm (para penuntut ilmu syar’i)? 
 
Jawaban:
Jika seorang mengetahui betul dan mengetahui permasalahan dengan yakin (mantap) apa yang didakwahkan, maka tidak ada bedanya, apakah ia seorang ulama besar yang diakui kredibilitas dan kapabilitasnya atau seorang thalib ilm yang serius atau hanya seorang awam, karena Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam telah bersabda:
 
  بَلِّغُ عَنِّي وَلَو آيَةً 
 “Sampaikanlah apa yang berasal dariku walaupun hanya satu ayat.” (HR. Bukhari).
 
Tidak disyaratkan bagi seorang juru dakwah untuk mencapai tingkat tinggi dalam segi keilmuan, tapi disyaratkan menguasai topik yang diserukannya. Adapun melaksanakannya tanpa ilmu, atau hanya berdasarkan kecenderungan, maka itu tidak boleh. (kutipan fatwa Syaikh Ibnu Utsaimin, Kitabud Da’wah (5), (2/158-159)). 
 
 
 
 
 
Edisi Indonesia: Fatwa-fatwa Terkini (2)

MUI Kota Bogor Beberkan Agenda Terselubung Dibalik Ajakan Demo Tolak Wahabi

MUI Kota Bogor menanggapi rencana aksi sejumlah pihak yang mengajak aksi turun ke jalan menolak Wahabi terkait pembangunan Masjid Ahmad bin Hanbal di Bogor Utara.
Meski selebaran yang beredar di masyarakat menyebut “Aksi Damai Bogor Utara Tolak Wahabi” namun demo itu dianggap bakal memperkeruh suasana.

“Himbauan saya, umat Islam jangan masuk perangkap provokasi perpecahbelahan tersebut,” ujar Ketua Komisi IV MUI Kota Bogor, Ustadz Wardhani kepada Pojokjabar, Jumat (25/8/2017).

Menurutnya isu Wahabi sengaja dihembuskan untuk menghancurkan persatuan warga di Kota Bogor yang selama ini berusaha menjaga kerukunan antar umat beragama.

“Isu wahabi adalah bagian dari permainan musuh Islam untuk mengadu domba umat Islam dan melemahkan persatuan dan kesatuan,” ujarnya.

Lebih lanjut Wardhani menghimbau mereka yang akan berdemo sebaiknya mengurungkan niatnya. Pasalnya MUI menilai akan ada provokator yang bermain di balik isu penolakan pembangunan Masjid Ahmad bin Hanbal ini.

Ini permainan provokator untuk pengalihan isu terhadap agenda yang sedang mereka gulirkan,” jelasnya.
Seperti diketahui di kota Bogor memang ada beberapa isu keagamaan yang sempat membuat gaduh.

Di antara isu yang menjadi agenda terselubung untuk dimunculkan kembali itu yakni tuntutan dihidupkannya kembali GKI Yasmin, tidak boleh diganggunya Rumah Sakit Siloam di bekas Gedung Internusa, dan rencana pendirian tower dan rumah sakit di lokasi LAI di Jl. Ahmad Yani.

“Yang harus diwaspadai adalah bangkitnya komunis, misionaris pemurtadan terselubung dan menyebarnya aliran menyimpang syiah dan yang lainnya,” pungkasnya.

Sebelumnya Humas Polresta Bogor, Rahmat membenarkan adanya selebaran dan aksi yang akan dilaksanakan tersebut. Menurutnya itu bukanlah berita hoax.

“Itu bukan hoax. Memang benar dan sudah di acc,” katanya.

Sementara itu, Kabag Ops Polres Kota Bogor, Kompol Fajar Hari Kuncoro berharap aksi yang dilakukan tertib dan tidak anarkis. Sehingga tidak mengganggu ketertiban dan kenyamanan orang lain.





Sumber : Pojok Jabar

Jumat, 25 Agustus 2017

PERANG BADAR: Tatkala yang Lemah Memenangkan Pertempuran (Pdf)

Sejarah Islam memiliki cerita pertempuran yang hebat dan kemenangan perdana yang memesona atas musuh mereka. Sejarah tak terbantahkan yang paling terkenal dari pertempuran ini adalah Perang Badar, yang berlangsung di sebuah oasis barat daya Madinah pada tahun 2 H atau 624 M.

Pada tahun 622 M, Nabi Muhammad beserta sekitar seratus orang pengikutnya pergi meninggalkan Mekah untuk menghindarkan diri dari gangguan dan penyiksaan Musyrik Quraisy. Mereka menuju Yatsrib yang terletak di utara Mekah. Akan tetapi, hal itu tidak membuat Musyrik Quraisy berdiam diri. Harta orang-orang Muslim yang masih berada di Mekah mereka rampas, bahkan Musyrik Quraisy gencar melakukan ancaman dan rencana penyerangan. Dalam kondisi seperti inilah, Allah mengizinkan orang-orang Muslim berperang untuk mempertahankan diri dari musuh-musuh yang mengancam mereka. 

Setelah turunnya izin berperang, tidak serta merta Nabi Muhammad mengadakan peperangan terhadap Musyrik Quraisy yang saat itu masih sangat kuat. Langkah pertama yang Nabi Muhammad lakukan adalah menguasai jalur perdagangan Musyrik Quraisy antara Mekah dan Syam (mengganggu perekonomian Quraisy). 

Perang Badar terjadi karena Nabi Muhammad mengetahui kabar adanya kafilah dagang Quraisy yang akan kembali dari Syam. Sebagaimana tradisi Quraisy sebelumnya pada setiap musim gugur, di tahun 623 M (2 H) kafilah dagang tahunan Quraisy berangkat dari Mekah menuju Syam. Rute yang biasa ditempuh yaitu sepanjang pantai Laut Merah melintasi sekitar 80 mil timur Madinah. Kafilah dagang musim gugur 624 tersebut terdiri dari seribu ekor unta yang sarat dengan barang-barang perdagangan yang mahal. Diperkirakan nilai kafilah dagang tersebut mencapai 50.000 dinar (sekitar 105 Milyar rupiah). Kafilah tersebut berada di bawah komando Abu Sufyan bin Harb, seorang pedagang penting yang merupakan salah satu pemimpin oposisi terhadap Nabi Muhammad dan seorang perwira militer berpengalaman yang memimpin kavaleri Mekah. Karavan itu diiringi penjaga empat puluh orang. 

Nabi Muhammad pun dengan cermat merencanakan operasi ini agar meraih keberhasilan. Untuk itu, beliau mengutus tim pengintai dan intelijen guna mengumpulkan informasi yang diperlukan. Selanjutnya, beliau pun memerintahkan para sahabat—yang jumlahnya sekitar sekitar tiga ratusan personil—untuk berangkat. 

Abu Sufyan sebagai seorang yang berpengalaman mengambil sikap waspada. Saat mendekati daerah Hijaz, Abu Sufyan mengirim seorang pengintai ke depan untuk mengintip rute di depan dan untuk mengetahui aktivitas pasukan Islam. Tatkala mengetahui adanya gerakan pasukan Islam, ia pun memutuskan berbelok melewati rute tepi pantai, selain juga ia memutuskan untuk mengirim seorang pengendara unta untuk memberikan peringatan dan meminta agar orang-orang Mekah memobilisasi pasukan besar untuk mencegah serangan Nabi Muhammad. 

Berita yang diterima oleh Musyrik Quraisy ibarat petir yang menyambar mereka. Oleh sebab itu, pasukan Quraisy segera bergerak dan berusaha mengerahkan segala kemampuan mereka. Dari sana, terhimpunlah sekitar seribu personil. Hampir semua pemuka terlibat dalam pasukan tersebut. 

Saat tiba di lembah Zufran, pasukan Islam mendengar bahwa kafilah Abu Sufyan berhasil lolos dari kejaran, sementara pasukan Quraisy telah bersiap berperang. Di sinilah keimanan pasukan Islam diuji dan ketaatan mereka kepada Nabi Muhammad dinilai. Menghadapi hal itu,  beliau pun melakukan musyawarah dengan para sahabatnya dari golongan Muhajirin dan terkhusus dari kalangan Anshar. Keputusan bulat mereka yakni menghadapi pasukan Musyrik Quraisy.

Tempat pertempuran tersebut yaitu Badar. Pada pagi 17 Ramadhan, Nabi Muhammad mengatur pasukannya sebagaimana barisan perang. Ini merupakan siasat baru dalam peperangan yang bertentangan dengan kebiasaan orang-orang Arab. Sementara pasukan Musyrik Quraisy masih menerapkan formasi konvensional.

Peperangan diawali dengan dual satu lawan satu. Di pihak Musyrik Quraisy, majulah Utbah bin Rabiah, Walid dan Syaibah. Sementara dari pasukan Islam tampillah Hamzah, Ali dan Ubaidah bin Harits. Hasilnya, pihak Islam berhasil mengalahkan musuh mereka. Setelah itu, terjadilah pertempuran jarak dekat antara kedua pasukan. 

Dengan izin dan pertolongan Allah, perang pada akhirnya dimenangkan oleh pasukan Islam. Pasukan Musyrik Quraisy banyak menderita kerugian. Tujuh puluh orang di antara mereka terbunuh dan tujuh puluhan lagi tertawan, yang kebanyakan mereka justru terdiri dari para pemuka dan pemimpin mereka. Sementara korban dari pihak Islam berjumlah empat belas orang, yang terdiiri dari enam orang kaum Muhajirin dan delapan orang dari kaum Anshar. 

Penduduk Mekah sangat shock mendengar berita kekalahan tersebut. Hal itu menimbulkan efek buruk terhadap kondisi mereka. Bahkan mereka melarang orang-orang yang keluarganya terbunuh di Badar untuk meratapi mereka. Sementara penduduk Madinah langsung mengekspresikan kemenangan pasukan Islam dengan melantunkan takbir dan tahlil di mana-mana, sehingga bergemalah di Madinah suara takbir dan tahlil.  Kemenangan pasukan Islam di Badar merupakan kemenangan politik strategis yang pertama dan terutama bagi umat Islam. Apalagi tidak lama berselang dari kemenangan tersebut, hadirlah momen paling mengesankan yaitu Idul Fitri pertama yang dijalani umat Islam pada tahun 624 M, yang bertepatan setelah mereka memperoleh kemenangan yang gemilang dalam perang Badar. 

Spirit utama Perang Badar adalah keberhasilan kelompok yang lemah mengalahkan kelompok yang kuat dan perkasa melalui nikmat atau keputusan ilahi. Sejarah tentang Perang Badar sangat mirip dengan kisah salah seorang nabi Bani Israil, Daud, yang berhasil mengalahkan Jalut. Perang Badar menegaskan bahwa kekuatan keilahian lebih besar daripada kekuatan duniawi manapun, yang disampaikan melalui kisah kemenangan yang menakjubkan. Orang-orang beriman yang berperang demi Tuhan, terlepas dari siapa pun musuh yang melawan mereka, dapat mengalahkan orang-orang yang berperang untuk tujuan lain, baik itu demi tujuan: bangsa, ras, kepercayaan yang keliru, harta rampasan, atau penaklukan yang brutal. Perang Badar juga secara fundamental mengubah sifat identitas komunal di kalangan umat Islam. (A. Sadikin).

Sumber : Syamina.org


Sekilas Mengenal Ikhwanul Muslimin

Ikhwanul Muslimin didirikan oleh Syaikh Hasan Al-Banna bersama keenam tokoh lainnya, yaitu Hafiz Abdul Hamid, Ahmad al-Khusairi, Fuad Ibrahim, Abdurrahman Hasbullah, Ismail Izz dan Zaki al-Maghribi di kota Ismailliyah, Mesir pada tahun 1928. Slogan dan tujuan pergerakannya adalah  mengembalikan khilafah Islamiyah. Program dan metode  pergerakannya diringkas oleh Hasan Al-Banna dalam ucapan  dan semboya

“Allah tujuan kami, Rasul teladan kami, Al-Qur’an pedoman kami, jihad jalan kami, mati di jalan Allah adalah cita-cita tertinggi kami."

Dalam perkembangannya, IM begitu cepat merambah ke hampir semua pelosok kota dan desa serta menjadi kelompok terbesar di negara tersebut dan sekitarnya. Dalam waktu singkat, IM juga menyebar di negeri Syam. Sejumlah jam’iyyah dan harakah (pergerakan) Islam bergabung dengan IM. Mereka juga mampu merekrut para kader dan tokoh sehingga organisasi ini berkembang pesat dengan basis massa mencapai puluhan ribu orang.

Dari sini, IM menyebar luas ke berbagai negeri Arab dan Islam lainnya sehingga muncul berbagai kelompok, baik dengan nama yang sama maupun memakai nama lokal. Mereka semua bergerak dari dasar yang satu dan berdiri di atas fondasi yang sama.

Seiring perjalanan waktu, IM memiliki banyak ulama, karya tulis, dan koleksi buku. Mereka bersandar pada manhaj yang spesifik, yang terus berkembang sejalan dengan waktu. Mereka juga melakukan tarbiyah (kaderisasi) dan berdakwah berdasarkan manhaj tersebut.

Seperti yang telah dibahas di awal bahwa IM adalah organisasi induk (al-jama’ah al-umm) bagi mayoritas al-harakah alushuliyyah as-siyasiyyah (gerakan fundamentalisme politik) bahkan bagi banyak kelompok jihadi di negeri-negeri Arab dan Islam. IM telah melahirkan berbagai pergerakan dengan nama lain. Berbagai organisasi kepemudaan pun mengusung pemikiran mereka dan menamakan diri dengan nama-nama lokal. Meski demikian, semua kelompok itu lahir dari jubah yang sama.  (KN)




Orang Indonesia Itu WAHABI KABEHHH...

Beberapa waktu lalu saya membuat status pada akun facebook pribadi dengan tulisan seperti dibawah ini :

Dalil bahwasanya Org indonesia ini semuanya Wahabi adalah ketika mereka di timpa musibah, mereka (kita) sepakat bicara begini :

"SABAR, KITA SERAHKAN SAJA SEMUA MASALAH KEPADA YG DI ATAS".
Tidak pernah saya dengar seperti "Kita serahkan saja masalah ini dgn yg ada dimana mana" atau "Kita serahkan Saja masalah ini dgn yg tidak di atas dan tidak pula dibawah". (emoticon ketawa)

Sontak menuai komentar yang kadang, gak jelas, dan sedikit serius, Seperti :

Edi Septriyanto Di atas, tapi bukan di atas 'Arsy (takwil dulu ah... *emotketawa*)

Abu Hamzah Ad-Dayaky Fitrohnya sebagai hamba Allah mengakui keberadaan Allah.. Namun hawa nafsunya yang membuat ia condong menyelisihi dari fitrohnya..
 
Muhammad Bilal Al Sidiq nyimak aja klu Ada yg mngatakn Allah subhaanahu wa ta'ala ada dmn mn
 
Zannoe Alfiannur "SABAR, Serahkan saja semua masalah kepada PIHAK YANG BERWAJIB". Dalil yg sering muncul ketika ad masalah d tengah jalan 
 
Kidramawan Jangiru Skakmat, pade nginyem dah. 
 
Sumirlan Trisno Karna tinggi sdh pasti di atas
 
Irda Deswanto Tawaran Informasi : Om Roy Anwar  
 
Begitulah akun facebook saya yang selalu ramai pembahasan mengenai Ilmu dan fitnah. Memang ada dua kubu yang selalu gontok gontokan di dunia maya bahkan-pun di dunia nyata mengenai keberadaan Allah itu ada dimana. Yaitu, Asy'ariyah dan Wahabi (Ahlus sunnah Wal Jama'ah). 
 
Untuk masalah ini sudah tentu Pijakan seorang muslim adalah Al-Quran dan Sunnah, yang mana banyak sekali nash dari Al-Quran menyatakan Allah Bersemayam di Arsy, begitu pula Al Hadist. 
 
Wallahu A'lam.
 
 
 

Sabtu, 19 Agustus 2017

Ustadz Firanda Andirja, M.A ditanya: Apakah organisasi Islam itu bid’ah?

Ketika Ustadz Firanda Andirja, M.A ditanya: Apakah organisasi Islam itu bid’ah? 
 
Ust. Firanda Andirja, M.A menjawab: 
 
Organisasi Islam itu tidak bid’ah. Organisasi itu perkara dunia. Selama itu tujuannya untuk akhirat, maka tidak terjadi masalah. Ada organisasi besar, ada organisasi kecil, seperti pondok. Pondok itu organisasi kecil, sama saja. Ada mudirnya (pimpinan pondoknya) ada pengasuh pondoknya, ada anak buahnya. Ini organisasi kecil-kecilan meskipun tidak terdaftar. 
 
Namun tatkala organisasi tersebut dipakai sebagai ukuran wala dan bara’, kalau bukan dari kelompok saya, saya tidak mau ngaji, kalau bukan dari kelompok saya, saya tidak mau menikahi. Ini masalah kalau begini. Dia berwala dan berbara’ bukan di atas Al Qur’an dan Sunnah, tetapi di atas organisasinya. Kalau begini, maka ini organisasi yang bid’ah.
 
Kita tahu seperti di India ada saudara-saudara kita namanya Organisasi Ahlul Hadits, dan itu ada pemimpinnya, ada anak buahnya dan banyak teman-teman saya bermanhaj ahlussunnah, bermanhaj salaf dari kelompok ini. Tapi mereka tidak menjadikan itu sebagai ukuran al wala wal bara’ (cinta dan benci gara-gara kelompok –ini tidak boleh–). 
 
Kalau sudah cinta dan benci berdasarkan kelompok, misalnya, saya tidak mau menikah kalau bukan dari kelompok saya, maka ini adalah organisasi hizbiyyah. Wallahu a’lam. 
 
Silahkan rujuk Vidio Ust. Firanda Andirja, M.A “Apakah Organisasi Islam Itu Bid’ah”. 
 
 
 

Mengenal Salafi Jihadi

Berikut saya postingkan tulisan mengenai lahinya gerakan yang sering di sebut "Salafi Jihadi". Apa dan bagaimana simak tulisan di bawah ini...

Seiring meredupnya cahaya Islam di muka bumi, keadilan dan kebenaran seolah semakin sulit dicari. Ketika pemerintahan Islam kehilangan taringnya karena dihempaskan musuh-musuh Islam, pada saat itu juga kaum muslimin tertindas dimana-mana. Hal itu ditandai dengan runtuhnya supremasi Islam di Turki pada  tanggal 3 Maret 1924.

Penindasan demi penindasan terhadap kaum muslimin dan cita-cita untuk mengembalikan kejayaan Islam, mendorong munculnya gerakan kebangkitan Islam (Ash-Shahwah Al-Islamiyah). Hal ini ditandai dengan munculnya gelombang perubahan dan kebangkitan yang menggeliat sejak pertengahan abad ke-18. Sebagian tokoh kebangkitan Islam berusaha memperbarui dan melakukan reformasi kekuasaan Khilafah Utsmani.
Mereka saling bekerja sama dengan unsur-unsur yang baik dalam negara tersebut, termasuk dengan khalifahnya, Sultan Abdul Hamid. Sayangnya, sebelum hal tersebut terealisasi dengan sempurna, kekhalifahan Utsmani telah mendahului runtuh, wilayah kekuasaannya pun dipecah belah oleh negara-negara aliansi Salibis.

Gerakan Ash-Shahwah Islamiyah sebagai Cikal Bakal Salafi Jihadi

Cita-cita mulia untuk mengembalikan kejayaan Islam telah terpatri di dada kaum muslimin. Maka dari itu, mulailah bermunculan kelompok-kelompok yang berjuang demi mengembalikan kejayaan Islam. Diantara mereka semisal Ikhwanul Muslimin, Hizbut Tahrir, Aliran Islahi Tarbawi, Jamaah Tabligh dan Dakwah, gerakan salafi dan ahli hadits.

Seiring perkembangan dan fase-fase tahapan yang terjadi—karena pergantian zaman, strategi dan kondisi musuh yang semakin kompleks—munculah istilah kelompok Salafi Jihadi”. Hal ini juga diikuti kabar fitnah dari media mainstream terhadap diri mereka. Tidak lain, tujuannya untuk mendelegitimasi gerakan mereka.
Imbas dari kabar-kabar ini menjadikan masyarakat kabur akan hakekat dan tujuan sebenarnya dari kelompok ini. Tudingan-tudingan miring yang tidak berdasar pun bermunculan dan membuat pola pikir rakyat menjadi rancu.

Khalayak umum dibuat bingung dengan berita-berita ngawur yang disebarkan. Penyematan kata “teroris” pun tak luput dari kelompok ini. Sehingga terkesan jika disebut kata “salafi jihadi”, maka yang tergambar dalam benak mereka adalah kelompok yang kejam, teroris dan suka berbuat onar.

Sebenarnya, Syaikh Abu Mus’ab As-Suri telah begitu jelas menuliskan seluk beluk kelompok ini dalam bukunya “Ad-Da’wah Al-Muqawamah Al-Islamiyah Al-‘Alamiyah”. Kelompok ini adalah percampuran antara pemikiran haraki jihad ala Sayyid Qutub, seraya mengadopsi aqidah salafi dan manhaj dakwah wahabi.

Awal mula lahir dari daratan Saudi Arabia pada masa pemerintahan Raja Faishal. Saudi Arabia sendiri menjadi tempat hijrah alami bagi para tokoh IM yang diasingkan dari Mesir era Gamal Abdul Nasser, di mana Raja Faishal berseteru dengannya. Banyak dai dan sesepuh IM di Suriah juga melarikan diri ke Saudi Arabia dikarenakan benturan dengan para penganut Partai Ba’ats sejak pertengahan tahun 60-an. Mayoritas guru tersebut mengajar di universitas-universitas Islam di Saudi Arabia.

Inilah tiga periode terpenting dari usia ash-shahwah al-islamiyah (1960-1990), yaitu terjadinya asimilasi pemikiran antara haraki aliran IM –terutama aliran Sayyid Qutub, dengan pemikiran aqidah dan khasanah fikih dakwah salafi serta wahabi. Walhasil, kombinasi pemikiran ini kembali lagi ke Mesir, Suriah, Jazirah Arab dan bumi Islam lainnya.

Identitas Pemikiran Salafi Jihadi

Manhaj IM yang berkarakter politis dan tarbiyah, serta aliran ala Sayyid Qutub yang berkarakter mufashalah dan tamayuz sesuai prinsip hakimiyah, keduanya ini telah membentuk aspek siyasah syar’iyyah dan harakiyah pada manhaj salafi jihadi.

Maka dari itu, manhaj salafi yang dikombinasikan dengan dakwah wahabi serta produk fiqihnya,  membentuk landasan fiqih dan aqidah yang berhasil banyak menjawab banyak permasalahan siyasah syar’iyyah. Hal inilah yang diketengahkan oleh kelompok salafi jihadi dalam menyeru untuk berkonfrontasi dengan rezim-rezim jahiliyah yang berkuasa di negeri Islam.

Contohnya soal alasan syar’i tentang kekafiran para penguasa yang berhukum dengan selain hukum Islam, berwala’ pada musuh Islam, serta sekian banyak hukum syar’i turunannya; seperti hukum memberontak penguasa, menjatuhkan legalitas mereka dan lain-lain.

Ketika mayoritas kelompok ash-shahwah al-Islamiyah menempuh manhaj demokrasi dan munculnya polemik yang beraneka ragam, aliran salafi jihadi ini dituntut untuk menjawab serta memberikan solusi yang tepat. Maka tampillah fiqih Imam Ibnu Taimiyah, manhaj salafi dan khazanah  Wahabi yang menjadi pegangan dan pedoman utama kelompok salafi jihadi untuk bergumul di medan polemik tersebut.

Dengan rincian tersebut diatas, maka dapat disimpulkan bahwa infrastruktur pemikiran salafi jihadi yaitu, dasar-dasar pemikiran Ikhwanul Muslimin + manhaj haraki Sayyid Qutub + fiqih siyasah syar’iyah Imam Ibnu Taimiyah dan salafi + khazanah fiqih aqidah dakwah Wahabi = Manhaj haraki siyasah syar’iyyah salafi jihadi.




Sumber : Kiblat

Sabtu, 12 Agustus 2017

Free Thinker

Banyak yg ketakutan ketika mendengar istilah ini. Bagaimana tidak, istilah yang dinisbat kan kepada pemikir bebas di Eropa ini menjangkiti tubuh muslimin di dunia permaya'an sehingga mengkhawatirkan beberapa kelompok.

Tahun 2010 ketika saya kali pertama mengkhatam kan novel fenomenal Achdiat k. Mihardja, yaitu Atheis. Yang beriringan pula dengan gencar nya saya berbedat di FP Komunitas Atheis Indonesia. Sering sekali saya temukan anak anak free thinker ini ikut nimbrung. Mungkin, referensi mengenai apa dan bagaimana free thinker itu akan banyak berseliweran di google, bung. Cari sendiri!

Belakangan ini muncul istilah Free thinker dikalangan jama'ah facebookiyah. Menariknya, istilah ini di populerkan oleh kalangan Islamis sendiri.

Sebut saja Yunus Abdullah, lelaki yg terang terangan mengaku sebagai Wali ini mengklaim bahwa dirinya lah ketua Free thinker Syar'i di jagad perfacebookan. Kita iyakan saja, karena beliau lah yang pertama kali membuat grup Whatsapp lintas Manhaj sebagai bentuk ke-free thingkeran nya itu.

Apa dan bagaimana Free thinker syar'i itu, lagi lagi saya sarankan Add akun Yunus Abdullah, bung. Link Cari sendiri!

*Sebagai catatan dari sudut pandang saya sendiri:

Bahwa Free thinker syar'i adalah sekedar ungkapan dan kemudian menjadi bentuk perlawanan terhadap kejumudan ketika "membicarakan" persoalan umat Islam di era kontemporer.

Free thingker pun tidak bisa di pukul rata bahwa mereka semua sama. Setidaknya ada dua klasifikasi didalam Free thinker, yaitu ekstrem dan moderat.

Jika ditinjau dari sudut pandang penuntut ilmu, maka haruslah seseorang memilih menjadi Free thinker syar'i yg moderat. Dengan alasan menambah wawasan ke Islaman, dan tentu hal ini pun perlu di barengi dengan menuntut Ilmu dgn Ustadz yang Manhaj nya kokoh (bila mau) agar tidak salah dalam bersikap dan tidak goncang dlm menghadapi keras nya status di Facebook.

Kaidah menjadi free thinker itu simple punya -> "Kebenaran harus di terima walau pun keluar dari mulut musuh mu".

Hal ini berdasarkan hadist dari Abu Hurairah yg pernah di suruh Rasulullah menjaga zakat Ramadhan (zakat fitrah), yang kemudian syaitan mengajarkan nya membaca ayat kursi.

Jadi begitulah yg selama ini yg saya terapkan. Saya banyak berkawan dgn berbagai macam manusia di dunia maya. Saya senang. Lintas Manhaj, madzhab hingga Agama pun ada. No problem kok. Apalagi sekedar like dan komen di kolom status A atau B, Ahhh... Itu biasa bagi saya.


Sekian.


Pembagian Tauhid Menjadi Tiga (3)

Secara teori memang tidak ada pembagian, tetapi secara praktek pembagian seperti ini memang ada.

Sama halnya seperti pembagian hukum fiqih pada masa Rasulullah secara praktek hanya 3 saja, lalu kemudian Ulama membaginya menjadi 5, seperti Mubah, makruh, haram, Sunnah, dan wajib.

Setelah di teliti oleh ulama, ternyata perkara Hukum bisa di klasifikasi kan menjadi 5. Dan hal ini sama halnya dengan pembagian Tauhid.

Bahwa penjelasan nya sudah ada, tetapi metode pembagian nya baru, dlm rangka untuk memudahkan dlm mempelajari hal tersebut.

Lalu, sama juga dalam bahasa Arab, "kalimat" terbagi menjadi 3, Isim, fi'il, dan huruf. Di jaman nabi hal ini tidak ada, namun ketiga nya ada di dalam pembicaraan bahas Arab. Atau sama juga dengan pembagian seperti Nahwu dan shorof. Ini semua hanyalah metode dalam mempelajari bahasa Arab.

Hal ini jelas berbeda dengan Bid'ah yg muncul dan Rasulullah tidak pernah mengerjakan nya. Dan tentu hakikat nya pun juga tidak ada.

Jika kaidah seperti ini saja mereka (Hizbiyah) bisa gagal faham, lantas bagaimana mau mendirikan khilaf - ah. Wah jgn jgn belum bangun tidur...


*Tulisan di atas adalah jawaban dari Ustadz firanda andirja yang kemudian saya rubah sedikit gaya bahasanya.


Hanif TV, Televisi Dakwah Sunnah Kalimantan Tengah

Hanif tv adalah satu channel dakwah yang ada youtube. Dan juga Satu satunya televisi dakwah yang ada di kota kami, Palangkaraya.

Terhitung pendatang baru di dalam dunia persosmed'an dalam mengembangkan dakwah nya. Di modali semangat dakwah, beberapa pemuda seperti Yogy Dwi Nanto pun direkrut untuk menunjukan kebolehan nya dalam mengedit video dll.

Kami sebagai orang desa, tepatnya di kota Sampit yang sampai hari ini pemuda nya dikuasai pemikiran arus liberal sangat senang dan selalu support atas hadir nya Channel dakwah ini, walaupun hanya bisa di nikmati via youtube, Facebook, dan Instagram.

Baru baru ini tim Hanif TV belajar streaming via Facebook setelah beberapa hari yang lalu di ajarin oleh anak anak Dakwah sunnah dot.com Banjarmasin. Dan kedepannya insya allah, hanif.tv bisa dinikmati melalui steaming juga biar kekinian.

Maka dari itu, kami mengajak rekan, dan kawan sepergaulan untuk membantu tim ini dgn menginfaqkan pulsa 10.000 saja !

Untuk apa ? Yaitu, untuk...

Live streaming Hanif TV dan operasional lainnya
Caranya ?

Bisa transfer pulsa
Bisa isi ulang pulsa
Ke nomor :
081351757771
Palangkaraya
Katingan
Sampit
Kapuas
Buntok

Semoga dicatat menjadi amal kebaikan antum.
Jazaakallahu khoiron.

subscribe dan temukan kami di :
bit.ly/haniftv
facebook.com/hanif.tv
instagram.com/hanif.tv
whatsapp 081351757771.

Wow, Pengelola Website Bisa Bikin Pesantren

Di sebuah dusun bernama dusun Warak, desa Girisekar, panggang, Kabupaten Gunung Kidul - jogjakarta. Ada sebuah ponpes Darus sholihin yang di pimpin oleh Ustadz Muhammad Abduh tuasikal.

Beliau merupakan pengelola situs Rumaysho.com yang kerap mengupdate artikel seputar Islam. Mulai dari akidah, tafsir Qur'an, hingga artikel hukum islam lainnya seperti Sholat zakat dll.

Rumaysho merupakan nama dari anak pertama beliau. Berawal dari Website yg sejak 2008 lalu sudah berkiprah inilah, lahir sebuah pesantren yang berdiri hingga saat ini. Masya allah...

Saya rasa, sangat boleh mengambil rujukan dari artikel yg ada di Rumaysho.com, berhubung si pengelola aktif berbagi ilmu bukan hanya di Medsos saja, tapi di dunia nyata pun beliau aktif, terbukti berdiri nya ponpes yg beliau asuh.

Dan rekomendasi juga untuk kawan kawan para penuntut ilmu via online, agar mengikuti pengajian rutin kitab Tauhid hingga bahasa Arab di facebook Rumayshotv, atau subscribe channel youtube nya juga ada.
Salut dgn dakwah Ustadz Muhammad Abduh tuasikal, berawal dari Website/sosmed hingga berdiri pondok pesantren.


Sekian.